Pages

Selasa, 21 Juli 2020

Khair adalah sebuah kebaikan

Anang Chairuddin bin H.M. Thoyyib (Anang Darmawan)



Bulan Ramadhan bagi umat Islam tentu merupakan bulan suci yang mendatangkan keberkahan dan manfaat bagi siapa saja, tidak terbatas bagi pemeluknya. Ramadhan adalah merupakan saksi sebuah perjalanan sejarah bangsa ini. Kamis, 1 Ramadhan 1364 Hijriyah, teriakan tangis seorang bayi laki-laki seolah memberikan reaksi atas peristiwa hancurnya Hirosima dan Nagasaki oleh bom yang dimuntahkan tentara Amerika. Entahlah mungkin itu bentuk rasa prihatin karena justru di hari kelahirannya diriuhkan oleh hiruk pikuk perang yang pasti akan menelan banyak korban jiwa.

 

8 Ramadhan 1364 Hijriyah sebuah nama telah disematkan kepada bayi laki-laki tersebut, Chairuddin (Anang Chairuddin). Sebuah nama yang merupakan sebuah do’a dan harapan sang ayah (H. Muhammad Thayyib) kepada putra ke-enam-nya. Chairuddin kecil seolah memahami sebuah peristiwa penting sedang terjadi dan seperti tidak mau ketinggalan untuk menjadi saksi ikrar kemerdekaan yang diproklamasikan oleh Sang Presiden (Ir. Soekarno) pada hari Jum’at, 17 Agustus 1945 (9 Ramadhan 1364 H).

 

Begitulah gambaran situasi dan kondisi yang membersamai kelahiran beliau (Anang Chairuddin), 75 tahun lalu. Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan ibukota negara tentu tidak memliki kondisi dan situasi yang sama dengan Desa Mantang – Batukliang – Lombok Tengah – NTB, tanah kelahiran Anang Chairuddin. Tapi setidaknya kerinduan akan kemerdekaan pasti dirasakan siapa saja hingga ke daerah pedalaman dan pelosok negeri.

 

9 tahun lalu, Jum’at 22 Juli 2011/20 Sya’ban 1432 H pukul 17.45 wita perjalanan hidupmu purna sudah. Terbaring berbantal pangkuan istri tercinta, kau memilih menghembuskan nafas terakhirmu ke wajahnya (Nurhayati), seorang wanita yang kau jadikan tempat berbelah-bagi, berkeluh-kesah dan tempat menumpahkan segala kesedihan serta kepedihan hati.  

 

Sekali lagi selamat jalan, baik-baiklah disana. Sesungguhnya setiap orang yang mengenalmu dengan baik pasti menangisi kepergianmu serta mengiringi perjalanan akhirmu dengan do’a dan harapan yang baik, sehingga Allah akan menyambut kepulanganmu kepada-Nya dengan pelukan hangat rahmat-Nya. Dan kami selalu bersaksi bahwa engkau adalah ayah dan suami yang baik dan bertanggung jawab serta memberikan tauladan mulia, meskipun engkau tidak pernah mengajarkannya kepada kami tapi sesungguhnya engkau memperlihatkan kebaikan untuk kami ikuti.


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ

Sabtu, 11 Juli 2020

cerita tentang dia

            Amaq Kayyun merupakan gambaran laki-laki kebanyakan (saya tidak bilang kebanyakan laki-laki seperti dia, hehehe), tidak ada sesuatu yang istimewa dari sosok seorang Kayyun. Dia bukan laki-laki pintar ataupun cerdas, hanya saja dia mencoba untuk membuka wawasannya tentang dunia (meskipun sebatas dunia tempat dia berkutat). Banyak pertanyaan yang membuatnya bingung sendiri, karena tak banyak teman tempatnya berbagi pendapat dan tanya. Amaq Kayyun adalah seorang suami yang biasa-biasa saja, seorang freelancer, atau bahasa yang mudah dimengertinya adalah pekerja serabutan. Dari jualan bahan-bahan dapur sampai jual lahan pertanahan pernah digelutinya (meskipun keseringan nombok alias rugi), prinsipnya sederhana; kerja apapun dilakukan selama tidak cari untung dari jerih payah orang (istilah yang dia pakai "pokok ndaq be bati leq bungkak batur". Sampai saat ini, dia belum memiliki keturunan, meskipun pernah menikah sebanyak tiga kali. Nasibnya yang dia terima dengan lapang dada sepeninggal kedua orangtuanya menjadikan dia mampu--paling tidak memaksanya--untuk berfikir lebih matang untuk mencari solusi dari setiap permasalahan sehari-hari yang dihadapinya.

            Dalam hubungan sosial masyarakat, Amaq Kayyun merupakan orang yang cenderung--kelihatannya--tertutup. Hanya beberapa orang saja yang sanggup--tepatnya mulai mengerti--seperti apa menghadapi Amaq Kayyun yang kadang-kadang konyol. Jariye, salah seorang tetangga, teman meskipun sering bikin kesal, tapi nyatanya dia bisa menyegarkan fikiran-fikiran buntu Amaq Kayyun. Keduanya acap kali saling bersitegang sampai kesel-keselan, tapi nyatanya mereka tetap saling menghargai dan saling merindukan ketika masing-masing mereka kehabisan tembakau atau hanya sekedar untuk segelas (bukan secangkir ya..) kopi. Tembakau (baca: kelobot) dan kopi merupakan ciri kesederhanaan hidupnya, dan menggambarkan bahwa dia memang orang kampung yang biasa-biasa saja (meskipun orang kota yang perokok juga akhir-akhir ini mulai banyak yang naksir tembakau tapi bukan klobot, karena Klobot itu berat, biar aku saja katanya).

            Mimpi-mimpinya sederhana (tidak selalu basah...), ingin mendapat perhatian dan hak yang sama seperti masyarakat pada umumnya. Tidak terlalu suka protes meskipun ujung-ujungnya dia ngeremon (gerutu) gak jelas, tapi tetap saja dia menerima keadaan yang terjadi. 

            Cerita-cerita kekonyolannya, keluguannya--yang mungkin bikin kesel pembaca yang budiman atau bahkan bikin marah (maafkan, bukan niatku..)--tentang pengalaman hidupnya, lingkungannya atau apa saja dan siapa saja yang bisa dikait-kaitkan dengannya akan saya coba sajikan dalam cerita pendek; bahkan mungkin sangat pendek; semoga bisa tersaji dengan konsisten.

Benarkah Guru Sertifikasi itu Profesional?

Sertifikasi guru merupakan idaman bagi kebanyakan guru disekolah, negeri maupun swasta, baik sekolah dibawah naungan dinas pendidikan (Dikbud) atau departemen agama (Kemenag). Lulusnya seseorang dalam ujian sertifikasi guru, secara otomatis akan berhak menyandang gelar Guru Profesional dan berhak pula menerima tunjangan yang nilainya cukup banyak dibandingkan guru honor sekolah biasa (non-sertifikasi).

 

Supervisi Perangkat Administrasi Guru

Perangkat administrasi pembelajaran merupakan dokumen yang harus dimiliki oleh tenaga pendidik. Perangkat tersebut idealnya akan diverval (verifikasi dan validasi) oleh kepala sekolah sebelum nantinya disetujui lalu digunakan sebagai acuan proses pembelajaran oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Setelah disetujui dan di-sah-kan oleh kepala sekolah sebagai pimpinan. Dokumen tersebut sewaktu-waktu akan diperiksa oleh pengawas sebagai utusan perwakilan Dinas Pendidikan yang bertugas sebagai instansi yang juga harus memastikan bahwa administrasi pendidikan tersebut telah sesuai dengan amanat kurikulum pendidikan nasional. Seperti itulah alur dan gambaran proses supervisi guru disekolah, meskipun, kondisi ideal tersebut masih sangat jarang ditemukan, meskipun sekarang terlihat sudah mulai sedikit tertib.

 

Perangkat administrasi guru merupakan sebuah kewajiban yang harus terpenuhi sebelum seorang guru menuntut hak-hak mereka. Guru diberikan kebebasan untuk menyesuaikan rencana pembelajaran dengan kondisi sekolah tempat mereka mengajar, tentunya tetap mengacu pada kurikulum yang berlaku. Kondisi ini semestinya memberikan peluang berkreasi dan menuntut kreatifitas guru bersangkutan dalam menyusun rencana pembelajaran. Tapi, ternyata kondisi ideal yang diharapkan tidak lalu sama dengan kenyataannya, tidak sedikit guru menyusun perangkat adminitrasi dengan metode adopsi-adaptasi tanpa benar-benar mengerti dengan perangkat yang ditemukan diinternet atau sumber-sumber lainnya. Dengan adanya supervisi perangkat administrasi guru seharusnya menjadi jalan keluar atas kondisi guru hari ini.

 

Kompetensi Guru Profesional

Seorang pendidik merupakan agen pendidikan yang setidaknya memiliki 4 (empat) kompetensi, yaitu: kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan kompetensi sosial (PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan seseorang yang mencerminkan sikap dan karakter yang dapat menjadi tauladan bagi para peserta didik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan seseorang dalam mengelola pembelajaran yang mendidik dan kemampuan memahami kepribadian peserta didik, sehingga guru dapat menjadi objektif dalam menjalankan proses pembelajaran hingga melakukan evaluasi yang objektif. Kompetensi professional berkenaan dengan kemampuan guru dalam penguasaan substansi materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru untuk berinteraksi dengan masyarakat dan stakeholder sekolah tempat mengajar.

 

Semenjak berlakunya aturan tentang sertifikasi guru, banyak orang berbondong-bondong alih profesi untuk menjadi guru yang notabene mereka tidak memahami dunia pendidikan dan tidak memiliki kualifiikasi menjadi seorang guru, dengan harapan mendapat mendapat predikat guru profesional serta mendapat gaji sertifikasi untuk memperbaiki kondisi perekonomian. Sayangnya, orientasi tersebut menjadikan mereka (guru sertifikasi oriented) lupa dengan tugas dan tujuan mulia profesi guru, yaitu sebagai agen pendidikan yang memberikan didikan yang baik untuk peserta didik dan sebagai agen pembentuk karakter/akhlaq, bukan hanya sebagai sumber belajar bagi peserta didik, seperti guru dijaman dulu. Tentunya, kondisi ini sangat bertolak belakang dengan tujuan ideal dari proses sertifikasi guru, yaitu sebagai sarana untuk menentukan kelayakan dan meningkatkan mutu guru sebagai agen pembelajaran dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang tentunya memiliki syarat administratif yang sesuai.

 

Pada kenyataannya tidak banyak guru yang benar-benar menyadari kewajiban mereka terkait dengan administrasi pembelajaran yang harus direncana dan siapkan oleh guru mata pelajaran. Berbagai macam dalih dijadikan tameng untuk menghindari kewajiban tersebut, dari alasan “proses pembelajaran tidak pernah sesuai dengan rencana pembelajaran” hingga “pemerintah terlalu memberikan tuntutan yang banyak kepada guru” ujung-ujungnya merasa diabaikan, dibebankan pemerintah, sehingga, mereka menuntut hak-hak mereka (gaji yang layak dan harapan diangkat menjadi PNS) sebagai guru.

 

Jika kondisi ini tidak segera diperbaiki, maka tentu akan sangat menghawatirkan bagi kondisi pendidikan nasional kita hari ini dan hari mendatang. Bukankah tujuan sertifikasi guru adalah untuk mengontrol serta meningkatkan mutu pendidikan nasional dan anggarannya telah dinaikkan hingga Rp. 79,6 triliun, yang pada kenyataanya banyak guru sertifikasi justru tidak menjadikannya (guru) bersikap profesional dalam menjalankan tugas dan berinteraksi dengan guru lainnya, peserta didik, masyarakat dan stakeholder lainnya. Bukankah anggaran pendidikan nasional telah meningkat hingga Rp. 508 triliun pada tahun 2020, tapi kenyataannya kemampuan membaca, matematika dan sains peserta didik terus menurun, ditandai dengan menurunnya ranking PISA Indonesia dari urutan ke-65 (2015) menjadi ranking ke-72 (2018) dari 77 negara. Tentunya kondisi ini menjadi bahan pemikiran kita bersama, baik pemerintah maupun masyarakat. Kondisi ini menandakan adanya ketidak-tersambungan prilaku dan harapan antara masyarakat dan pemerintah.

 

Semoga pada masa mendatang kondisi ini dapat berubah lebih baik, sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan nasional. Guru bersikap objektif dengan hak dan kewajibannya menjadi guru profesional yang tersertiikasi, dan layak mendapatkan label Guru Profesional. Dilain sisi, peran pemerintah dapat lebih baik pula dalam menyikapi kondisi kesejahteraan guru, tidak hanya guru tersertifikasi, karena tidak sedikit guru honor biasa justru memiliki potensi pendidik yang bermutu tanpa label guru tersertifikasi.

Perbedaan itu adalah rahmat

Perbedaan itu sesungguhnya adalah rahmat Allah. Tidak terbayangkan jika didunia ini hanya ada satu jenis warna saja; putih misalnya, atau Allah mencipta laki-laki saja tanpa wanita. Begitu pula dengan perbedaan kepemilikan harta; agar si kaya dapat berbagi kepada si miskin. Bahkan perbedaan pendapat dan pemikiran juga merupakan rahmat yang begitu besar agar orang yang lebih banyak mengetahui dapat berbagi ilmu kepada orang yang lebih sedikit mengetahui tentang perkara apa saja. Sehingga kita tidak membabi-buta untuk menafsirkan sebuah perkara yang belum jelas kebenarannya. Bersikap baik sangka dan melakukan tabayyun untuk mencari klarifikasi atas sebuah perkara adalah sikap yang utama dan lebih baik. Bukan malah sebaliknya, menyebar berita yang tidak jelas kebenarannya untuk merendahkan yang lain.

Allah ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 12, agar orang-orang beriman menjauhi prasangka karena sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan dilarang untuk mencari-cari kesalahan orang lain, serta larangan dari perbuatan menggunjing sebagaian yang lain. Ayat tersebut jelas mengisyaratkan kita agar menjaga hati dari prasangka-prasangka yang tidak jelas kebenarnnya, menjaga diri dari mencari-cari kesalahan orang lain dan larangan untuk menggunjing. Hoax yang banyak beredar akhir-akhir ini jelas bernilai melanggar ketiga larangan tersebut atau salah satunya.

Manusia beserta aksesoris yang disandangnya diciptakan tidak ada yang sama, meskipun saudara kembar sekalipun. Bukan karena Allah tidak dapat mencipta sesuatu yang sama persis, justru karena Allah Maha Kuasa mencipta sesuatu yang unik antara satu dengan lainnya. Tentu tidak sama dengan hasil karya manusia yang membuat sesuatu sama persis antara satu dengan lainnya. Karena perbedaan-perbedaan ini, maka dunia yang kita tempati menjadi tempat yang menyenangkan dan penuh warna. Jika kita tidak menyadari atau bahkan tidak mau mengakuinya, itu yang menjadi sebab dunia ini menjadi menakutkan dan berwarna kelam.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman: “Hai manusia! Sungguh, Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan kemudian menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sungguh, orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti” (QS. Al-Hujurat:13). Ayat tersebut jelas mengisyaratkan kepada kita bahwa sejatinya manusia itu tercipta berbeda, tentu dengan segala aksesoris yang disandangnya. Allah ta’ala sesungguhnya tidak memandang perbedaan tersebut, Allah tidak memandang kaya atau miskin, perbedaan warna kulit, perbedaan suku dan bangsa. Di awal ayat, Allah menggunakan “Hai manusia” bukan “Hai orang yang beriman”, pada kenyataannya manusia hari ini tidak memiliki keyakinan yang satu.

Apakah perbedaan pendapat satu orang dengan lainnya menjadikan perbedaan pada tingkat takwa-nya terhadap Allah? Sungguh, hanya Allah jua yang Maha Mengetahui. Para Imam mazhab yang hasil pemikirannya menjadi rujukan hukum syariat atau hukum fiqh, tidak luput dari perbedaan pendapat dalam menentukan hukum masing-masing perkara. Perbedaan pendapat para imam mazhab tersebut dipengaruhi oleh situasi, kondisi, lingkungan dan kebiasaan masyarakat, tapi kenyataannya mereka (para imam/ulama) saling menghormati dengan perasaan takzim masing-masing pendapat yang lain. Tidak langsung menyatakan klaim bahwa pendapatnya adalah yang lebih baik atau terbaik dari yang lain.

Wallohua’lam bishawab